Isu tentang nelayan kembali merebak menyusul pernyataan
Presiden Jokowi yang membahas kebijakan kelautan dalam sidang terbatas kabinet
kerja pada bulan Juni lalu. Intinya, masa depan Indonesia ada di laut, sehingga
potensi kelautan harus bisa dimanfaatkan untuk kesejahtaraan masyarakat.
Tantangan Presiden selanjutnya : “70 persen dua per tiga
luas wilayah Indonesia adalah lautan. Potensinya sangat besar untuk menjadi
penggerak perekonomian nasional. Masalahnya, hingga saat ini potensi tersebut
belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat”, demikian
kata Presiden Jokowi.
Kondisi saat ini.
Penegasan Presiden Jokowi tersebut bukan tanpa alasan. Jika
dilihat kondisi geografis, data empirik tentang luas wilayah laut Indonesia
adalah 64,97% dari total wilayah Indonesia, yang jika diuraikan adalah : (a)
Luas Lautan = 3.544.743,9 km² (UNCLOS 1982), (b) Luas Laut Teritorial =
284.210,90 km², (c) Luas Zona Ekonomi Ekslusif = 2.981.211,00 km², dan (d) Luas
Laut 12 Mil = 279.322,00 km², inilah data yang menunjukkan betapa luasnya
laut Indonesia.
Sementara, Sonny Harry Harmady dalam statementnya menjelaskan
bahwa secara geografis, populasi nelayan yang ada di seluruh wilayah Indonesia
sangatlah tidak sebanding dengan luasnya lautan Negara, hal ini tidak
mengherankan karena dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan yang memiliki
potensi perikanan terbesar di dunia. Secara keseluruhan jumlah nelayan di
Indonesia diperkirakan sebanyak 2,17 juta (hanya 0,87 persen dari jumlah tenaga
kerja Indonesia). Diantaranya ada sekitar 700.000 lebih nelayan yang berstatus
bukan sebagai kepala rumah tangga. Sebagian besar nelayan tinggal tersebar di
3.216 desa yang terkategori sebagai desa nelayan (yaitu area yang mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai nelayan). Provinsi dengan jumlah nelayan paling
banyak di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur (mencapai lebih dari 334.000
nelayan), diikuti Jawa Tengah (lebih dari 203.000 nelayan) dan Jawa Barat
(sekitar 183.000 nelayan). Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Aceh
berturut-turut menjadi provinsi dengan jumlah nelayan terbanyak ke-4, ke-5, dan
ke-6 di Indonesia. Jumlah nelayan paling sedikit ditemui di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Maluku Utara.
Memahami angka tersebut menunjukkan bahwa “luas lautan” Indonesia “tidaklah
sebanding” dengan“jumlah nelayan” yang ada saat ini. Dan
bahkan, masih banyak masalah yang tidak semua nelayan memahami seperti teknik
penangkapan modern yang “efektif” dan “efisien” serta tata cara penanganan ikan
pasca penangkapan. Nelayan tidak paham bahwa penanganan ikan segar merupakan
salah satu mata rantai terpenting di dunia perikanan. Kecepatan pembusukan ikan
setelah penangkapan sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan, teknik
penanganan, dan penyimpanan di atas kapal. Hal ini sesuai dengan dengan apa
yang disampaikan oleh Dr Herman Maulana, ahli biokimia yang juga Ketua Lembaga
Penelitian Tropical Agricultural Center, Bogor dalam paparannya
mengatakan bahwa “Kadang-kadang, nelayan kita menggabungkan ikan yang kotor
berdarah-darah dengan yang bagus. Ini tidak boleh, mempercepat pembusukan yang
lain, produk perikanan punya sifat mudah rusak. Setelah mati, dan
tubuh ikan sangat cepat mengalami perubahan, baik fisik maupun kimia.”
Menurut survei BPS (Badan Pusat Statistik) hasil sensus 2003-2013,
jumlah nelayan tradisional turun dari 1,6 juta menjadi 864 ribu rumah tangga.
Sementara nelayan budidaya justru naik, dari 985 ribu menjadi 1,2 juta rumah
tangga.
Kondisi eksisting diatas diperkuat dengan pernyataan Presiden
Republik Indonesia dalam rapat terbatas membahas pengembangan potensi ekonomi
Kepulauan Natuna di kantor Presiden di Jakarta, Rabu, 29 Juni 2016:
“Perikanan di Natuna hanya 8,9 persen dari potensi yang kita
miliki. Ini perlu dipercepat lagi sehingga bisa mendatangkan manfaat bagi kita,”
Kemana Nelayan Kita?
Ketika mata pencaharian sebagai nelayan tidak lagi
menguntungkannya maka sudah pasti tidak akan ada lagi masyarakat yang mau
berprofesi sebagai nelayan di kemudian hari. Inilah mungkin satu faktor yang
menjadiobstacle bagi mereka yang berprofesi atau yang ingin
berprofesi sebagai nelayan, yaitu antara lain : (1). “Rendahnya” supply dan demand yang
terjadi saat ini, (2) “tidak memadainya” peralatan tangkap
sehingga tidak mampu bersaing dengan nelayan asing yang memakai peralatan
tangkap lebih modern, (3) “sumberdaya manusia” yang memiliki kemampuan
pemanfaatan Iptek dan pemahaman tentang inovasi yang rendah, sampai dengan
dikotomi eksplorasi yang hanya berpihak di daratan saja merupakan sekelumit
masalah umum yang dialami oleh nelayan Indonesia. Fakta yang sangat
memprihatinkan adalah catatan tentang rendahnya kemampuan nelayan sehingga hasil
hasil tangkap perikanan mengalami “penurunan drastis”.
Jumlah nelayan tradisional menurut survei BPS hasil sensus
2003-2013 dimana jumlah nelayan tradisional turun dari 1,6 juta menjadi 864
ribu. Dari data tersebut jumlah nelayan usia tua lebih banyak dibandingkan
dengan usia muda sehingga data ini memberikan fakta bahwa tidak adanya lagi
minat generasi muda untuk menjadi nelayan.
Didepan mata persoalan nelayan semakin memprihatinkan ketika
banyak anak muda yang kemudian tidak ingin lagi menjadi nelayan dan lebih
memilih menjadi tenaga buruh dikota-kota besar, terlebih lagi persoalan nelayan
belum mendapat perhatian dan keberpihakan kebijakan pemerintah yang terjadi
adalah : (1) semakin berkurangnya SDM yang produktif, (2) tidak tersedianya
jaminan akses modal, (3) tidak tersedianya jaminan akses pasar, (4) sarana
infrastuktur yang tidak memadai, dan (5) tidak tersedia teknologi yang memadai
yang Jika hal ini terus terjadi maka akan menjadi bencana atas ketersedian
pangan (Indar Wijaya, Malu Menjadi Nelayan).
Solusi yang harus dilakukan pemerintah adalah…
(1) Komprehensif, Integral, Holistik, dalam hal ini Pemerintah berperan menciptakan iklim kondusif
dengan melakukan analisis komprehensif dan integral dengan arah dan target yang
jelas dan terfokus, sehingga kontribusi potensi kelautan dalam pertumbuhan
ekonomi menjadi lebih signifikan, antara lain: (a)meningkatkan
infrastruktur kelautan seperti Pelabuhan ikan, tempat pelelangan,
industri pendukung, industri pasca panen; (b) menata dan
menciptakan sumberdaya manusia terampil (Middle skill workforce)melalui
peningkatan kurikulum dan program studi yang relevan baik di Perguruan Tinggi
umum maupun Politeknik, termasuk akademi vocational; (c)
meningkatkan sarana prasarana yang sesuai kebutuhan, alih teknologi
dalam rangka penyediaan kapal nelayan berikut mesin, peralatan tangkap dan alat
komunikasi ideal untuk mendukung upaya penangkapan ikan dengan tingkat
priduktivitas tinggi; (d) menata kelembagaanyang dibutuhkan nelayan
seperti koperasi dan asosiasi sehingga tercipta kehidupan nelayan yang layak
dan iklim kerja yang kondusif; (e) menata Jaringan kerja Nelayan termasuk
jaringan inovasi dan klaster industri proses pasca panen; (f)
membangun industri perikanan yang kuat dan berskala besar dengan
melibatkan industri termasuk didalamnya pembentukan kluster industri pasca
panen ikan, klaster industri proses serta klaster industri sarana prasarana,
dan (g) meningkatkan sistem inovasi untuk membangun rantai
nilai, hulu-hilir yang memadai dalam rangka menjaga ekosistem melalui budidaya
yang terstruktur.
Penciptaan iklim kondusif harus sesuai dengan kepribadian
dalam berbudaya berciri khas keIndonesiaan seperti gotong royong, berdiri dalam
suatu komunitas spesifik yang kuat. Dalam konteks kawasan, budaya tersebut
ditingkatkan dalam bentuk “otoritas” untuk optimalisasi sumberdaya dan tentunya
pembangunan terintegrasi seperti ini akan menarik wisatawan manca negara dan
domestic, sehingga hal ini berdampak pada meningkatnya sumber pendapatan
masyarakat.
(2) Penataan Supply dan Demand haruslah mampu menciptakan Investasi melalui pemanfaatan
sinergi yang harmoni antar jaringan dan pasar untuk hasil laut Indonesia. Ini
dapat terwujud jika networking, organisasi bisnis, inkubator iptek
serta industri bisa terwujud dalam suatu klaster Taman Sain dan
Teknologi.
(3) Membentuk Rantai Kerja yang harmoni dalam membentuk sinkronisasi program antara:
(a) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
bekerjasama dengan instansi terkait termasuk Perguruan Tinggi dan LPNK (Lembaga
Pemerintah Non Kementerian) serta pemangku kepentingan dan Industri, dengan
mulai mengimplementasi strategi Penta-Helix yaitu dalam
bentuk membuat berbagai bentuk dan kapasitas prototipe skala industri kapal
nelayan modern, mesin kapal serta peralatan tangkap yang dibutuhkan
masyarakat nelayan, tentu saja yang sesuai dengan iklim serta budaya
masyarakat nelayan Indonesia. Tugas Kemenristekdikti sampai dengan pembuatan
prototipe skala industri bisa terwujud dan diproduksi skala terbatas non
komersial (Low Rate Initial Production-LRIP).
(b) Kementerian Perindustrian dan kementerian BUMN diharapkan
dapat memproduksi dan memperbanyak prototipe industri tersebut untuk memenuhi
kebutuhan nelayan. Lalu pengelolaan.
(c) Kementerian Kelautan yang memiliki tugas dan fungsi mengelola
dan meningkatkan pembangunan di sektor kelautan dimana nelayan berada di
dalamnya menjadi faktor kunci dalam proses dan melakukan tata-kelola menggali
potensi kelautan di Indonesia.
(d) Dalam rangka membuat prototipe industri, termasuk pengujian
mekanis dan fungsi kapal beserta peralatannya dilakukan oleh LPNK, seperti:
BPPT, LIPI, BATAN, BSN, BIG, dan LAPAN, sedangkan konsep disain dan
naskah akademis dibangun melalui Perguruan tinggi yang memiliki
kompetensi tinggi di bidang perkapalan dan peralatan tangkap, sedang middle dan higher
skill workforce dapat dipenuhi melalui tugas dan fungsi politeknik
di Indonesia.
Menggali Potensi Kelautan adalah tanggung jawab kita bersama…
Menggali Potensi laut bukanlah menjadi tanggung jawab sebuah
institusi saja, melainkan tanggung jawab kita bersama, yaitu
bangsa, negara dan masyarakat, sehingga dalam memanfaatkan potensi laut perlu
membangun kebersamaan sinergi dan kolaborasi yang kuat antar institusi,
industri, masyarakat serta perguruan tinggi. Dengan kebersamaan yang harmonis
ini kita akan bisa membangun kelautan kita serta memanfaatkan kekayaan itu
untuk pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
Jika kita mampu melakukan kolaborasi dengan berpijak kepada tugas
dan fungsi masing-masing komponen, niscaya potensi yang melimpah bisa
dimanfaatkan dengan baik, karena itu kalau hari ini hanya segelintir pemuda
yang mau hidup sebagai nelayan, maka kedepan nelayan generasi muda akan segera
melaut. Laut akan menjadi tumpuan hidup bagi generasi muda, sehingga akan
menjadi faktor kunci bagi pertumbuhan ekonomi di negara ini.
Inilah makna dari sebuah kedaulatan politik, kemandirian ekonomi
serta kepribadian dalam berbudaya membangun masyarakat nelayan yang
profesional, mengakibatkan industri perikanan tangkap menjadi produktif,
selanjutnya sektor perikanan menjadi tumpuan harapan terhadap tumbuhnya
kegiatan ekonomi dan pasar.
Majulah Iptek dan inovasi, majulah Industri dan ekonomi perikanan,
majulah Indonesiaku, sejahteralah masyarakatku… Hidup Indonesia.
Oleh: DR. Ir. Agus Puji Prasetyono, M.Eng. Staf Ahli Menteri
bidang Relevansi dan Produktivitas, Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi.
Read more at http://www.dikti.go.id/ikan-melimpah-di-laut-kemana-nelayan-kita/#YetFwDoIYYLEfWZm.99
Nama : Rendra Ardiansyah
NIM : 15/383600/PN/14431
Gol : A5.1
Kel : 7
Judul: Ikan Melimpah di Laut, Kemana Nelayan Kita?
BalasHapusNama : Rausan Fikri
Nim: 15/383599/PN/14430
Gol : A51
Kelompok: 6
Nilai berita
1. Timelines : tulisan tersebut sudah cukup lama, sekitar 2016, jadi kalau timelinenya tidak sebaru yang kita kira. Kondisi eksisting diatas diperkuat dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia dalam rapat terbatas membahas pengembangan potensi ekonomi Kepulauan Natuna di kantor Presiden di Jakarta, Rabu, 29 Juni 2016:
2. Proximity : tulisan ini sangat tidak menyiratkan kekerasan, unsur sara maupun unsur vulgar, dna dapat diterima di masyarakat serta berita ini dekat dengan masyarakat akan informasi yang akan disampaikan.
3. Importance : berita ini memuat informasi penting karena memberikan gambaran secara luas terkait keadaan laut dan nelayan, dimana nelayan tidak se merdeka lautnya yang luas. “Ketika mata pencaharian sebagai nelayan tidak lagi menguntungkannya maka sudah pasti tidak akan ada lagi masyarakat yang mau berprofesi sebagai nelayan di kemudian hari”.
4. Policy : berita ini sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait dengan menjadikan Indonesia sebagai poros maritime dunia. Dengan pemberdayaan nelayan, maka hal itu tidaklah sulit untuk dilakukan. Jadi kebijakan yang disampaikan melalui berita ini secara tersirat sudah sesuai dengan cita-cita Indonesia.
5. Prominence : berita ini disampaikan oleh orang terkenal sehingga lebih menarik. Yaitu disampaikan oleh Dr Herman Maulana, ahli biokimia yang juga Ketua Lembaga Penelitian Tropical Agricultural Center
6. Consequence : berita ini tentunya akan berdampak pada pembaca, apalagi pemegang kebijakan, perkara nanti akan ditindak lanjuti atau tidak, kita tidak tau
7. Conflict : berita ini tidak memiliki unsur conflict
8. Development : secara tersurat tidak memiliki unsur development, tapi secara tersirat ingin bahwa pengembangan perikanan ditingkatkan
9. Human interest : berita ini memiliki unsur human interest karena dapat menyentuh perasaan, bagaimana tidak, kita lihat judulnya saja sudah menyentuh perasaan kita “Ikan Melimpah di Laut, Kemana Nelayan Kita?” hal tersebut sudah menyiratkan bahwa berita ini mengandung unsur human interest, yakni menyentuh perasaan.
Nilai penyuluhan berita :
1. Adanya usaha baru yang disampaikan lewat berita ini, yakni usaha untuk meningkatkan pendayagunaan/pengelolaan laut yang akan berdampak pada perekonomian nelayan, dibuktikan dengan kalimat: Solusi yang harus dilakukan pemerintah adalah 1) Komprehensif, Integral, Holistik. 2)Penataan Supply dan Demand . 3)Membentuk Rantai Kerja yang harmoni
2. Ada saran, yaitu orang orang yang diberi gagasan, sudah jelas bahwa kalimat “Solusi yang harus dilakukan pemerintah” memberikan kita gambaran bahwa ada saran yang disampaikan ke pemerintah, yakni solusi terkati masalah itu.
3. Adanya manfaat, jadi berita ini memiliki manfaat bagi semua orang yang terlibat, karena semuanya berkepentingan, bukan hanya pemerintah saja, tapi instansi pendidikan dan segalanya juga ikut didalamnya
4. Nilai pendidikan saya rasa belum, karena ini baru gagasan
sumber : http://www.dikti.go.id/ikan-melimpah-di-laut-kemana-nelayan-kita/#YetFwDoIYYLEfWZm.99
pengupload artikel : Rendra Ardiansyah