Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

ALAT PERAGA: Bioflok Solusi Masa Kini

ALAT PERAGA PENYULUHAN Folder: Bioflok  Solusi Cerdas Masa Kini

Lele Bioflok, Solusi Penuhi Kebutuhan Gizi Masyarakat

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya meningkatkan peran dalam menopang ketahanan pangan nasional. Produk pangan berbasis ikan saat ini menjadi andalan utama, seiring mulai terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat dari protein berbasis daging merah menuju protein daging putih (ikan). Saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia baru mencapai 40 kg per kapita per tahun. Nilai ini masih jauh di bawah tingkat konsumsi negara lain seperti Jepang yang mencapai 110 kg per kapita per tahun, dan Malaysia yang mencapai 70 kg per kapita per tahun. Oleh karena itu, KKP memproyeksikan sampai dengan tahun 2019, tingkat konsumsi ikan naik menjadi > 50 kg per kapita per tahun. Dengan target tersebut setidaknya dibutuhkan suplai ikan sebanyak ± 14,6 juta ton per tahun, di mana sekitar 60 persen dari angka tersebut akan bergantung pada hasil produksi perikanan budidaya. Sebelumnya, dalam ajang Festival Kuliner Ikan Nusantara, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meng

KKP Luncurkan Alat Bantu Monitoring Armada Kapal Perikanan

KKPNews, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan alat bantu monitoring armada kapal perikanan ( vessel monitoring aid/VMA ) di Balai Pelabuhan Perikanan Pantai (BPPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, Selasa (22/8). Alat bantu ini merupakan hasil kerja sama rancang bangun Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) dengan PT. Unggul Cipta Teknologi (UCT) melalui integrasi teknologi Global Positioning System (GPS) dan radio komunikasi dalam meningkatkan efektifitas pengelolaan perikanan dan ketaatan armada perikanan berukuran < 30 Gross Tonnage (GT). Kerja sama tersebut merupakan bentuk implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan yang mengisyaratkan sistem pengawasan kapal perikanan untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas perikanan. Hal ini merupakan upaya pemerintah dalam melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan kapal peri

Ikan Melimpah di Laut, Kemana Nelayan Kita?

Isu tentang nelayan kembali  merebak menyusul pernyataan Presiden Jokowi yang membahas kebijakan kelautan dalam sidang terbatas kabinet kerja pada bulan Juni lalu. Intinya, masa depan Indonesia ada di laut, sehingga potensi kelautan harus bisa dimanfaatkan untuk kesejahtaraan masyarakat. Tantangan Presiden selanjutnya :  “70 persen dua per tiga luas wilayah Indonesia adalah lautan. Potensinya sangat besar untuk menjadi penggerak perekonomian nasional. Masalahnya, hingga saat ini potensi tersebut belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat” ,  demikian kata Presiden Jokowi. Kondisi saat ini. Penegasan Presiden Jokowi tersebut bukan tanpa alasan. Jika dilihat kondisi geografis, data empirik tentang luas wilayah laut Indonesia adalah 64,97% dari total wilayah Indonesia, yang jika diuraikan adalah : (a) Luas Lautan = 3.544.743,9 km² (UNCLOS 1982), (b) Luas Laut Teritorial = 284.210,90 km², (c) Luas Zona Ekonomi Ekslusif = 2.981.211,00 km², dan (d) Luas Laut 12 Mil = 27

Menjaga Laut dari Ancaman Destructive Fishing

Kegiatan penangkapan ikan secara tidak bertanggungjawab bukan hanya terbatas pada kegiatan penangkapan ikan secara ilegal ( illegal fishing ), tetapi juga terdapat kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak ( destructive fishing ). Kegiatan ini juga dapat menyebabkan kerugian yang besar terutama terhadap kelestarian ekosistem perairan yang ada. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan, lewat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berupaya terus untuk menjaga laut dari ancaman  destructive fishing. Kegiatan  destructive fishing  yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan kematian berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut. Setidaknya, hasil penelitian World Bank tahun 1996 menunjukkan bahwa penggunaan bom seberat